Sabtu, 22 September 2012

DIPIKIR DUNK , Jangan hanya mendengar dan melihat.


 



Dadang Hanafi Duduk termenung di bawah pohon Beringin di belakang rumahnya. Kakinya bersila dengan rapi di di rerumputan. Jari Telunjuk kirinya sibuk membuat pola yang tidak jelas di tanah sembari sesekali iseng mencabuti rumput yang menumbuhi tanahnya. Sementara tangan kanannya masih menggusap-usap wajahnya. Beberapa kali dia mengubah posisinya jika salah satu kakinya mulai kesemutan.
Hufffh …..!” Dadang  menghela nafas panjang sembari menggaruk-garuk kepalanya.
“Pusing….!” Kali ini dia berteriak sambil menjambak rambut dengan kedua tangannya.
Pikirannya sedang sangat kacau memikirkan begitu banyak hutang yang harus dia bayar, sementara gajinya sebagai seorang Polisi jujur (Kata-na sehh!! ,huffh ) hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah kelima anaknya dan empat orang adiknya.
“Aaa……” Dadang  berteriak sambil menonjok dan menenangi pohon beringin yang tadi dia jadikan sandaran.
“Aduh…. Ao… Ao… Aduh….” Suaranya merendah, merintih, meringis dan mengibaskan tangannya, kesakitan karena pukulannya terlalu keras.
“Brengsek….. Kurang ajaar… .” Dia berusaha menggoncangkan pohon beringin yang di tonjokinya tadi dengan sekuat tenaga.
Namun, tentu saja pohon beringin dengan diameter lebih dari satu meter dan tinggi mencapai tujuh meter itu tidak sedikitpun bergeming oleh tenaga Dadang Hanafi yang hanya berbobot 57 Kg dan tinggi 172 cm itu, dan hanya terdengar suara gemerisik dedaunanya yang berjatuhan ditiup angin.
“Apa? Senang? Mau menertawakan aku? Liat azza nanti, akan ku gergaji kmu !. Kupotong-potong kujual, kujadikan kayu bakar… mank bisa apa loe..” Dadang  mulai tampak seperti orang yang kehilangan akal, terus berteriak sambil memaki-maki pohon beringin itu dan…
“Klothak….., Jangkrik…!” Sebuah teko jatuh dari pohon beringin dan tepat mengenani jidat kinclong Dadang , dan sukses membuatnya kliyengan plus disambut dengan binatang favorit yang muncul dari bibir gosong tebal Dadang  yang tidak lowong diobori sebungkus Sigaret kretek Djarum 76 tiap harinya. Lalu keluarlah kepulan asap dari tekonya yang mirip dengan asap yang keluar ketika kita menyulut kembang api.
” Wuuzzzz…. cleezzz…. .”
“Kukabulkan satu permintaanmu.” Sesosok pria yang bepakaian rapi lengkap dengan Jas, dasi dan sepatu hitam mengkilap, mengajukan jempol kanannya kehadapan Dadang Hanafi.
Dadang Hanafi yang masih puyeng dan ngelus-ngelus bathuk, tampaknya tidak menyadari kehadiran pria nyithit yang baru saja nyembul dari teko yang menbuatnya kliyengan.
“Weladalah, bocah ki dijak ngomong kok ra ngajeni tenan.” Si pria berdasi yang merasa dicuekin mentah-mentah oleh Dadang Hanafi, kemudian menyolek pipi Polisi jujur yang masih ngusik-usik bathuknya yang sekarang tampak benjol menyonyo.
“Bocah bagus akan kukabulkan satu permintaanmu.” pria itu kembali menguilangi kata-katanya.
 
“HAh, sampeyan sopo ? Kok ujug2 ada disini, maaf pak saya belum ada duit untuk bayar hutang bapak saya, tolong beri saya waktu sebulan lagi pak!” Dadang  yang mengira si pria berdasi itu adalah petugas Bank, langsung nyembah2 minta belas kasihan untuk diberi tenggang waktu.
“Wo… lha bocah ki piye? Aku ini jin yang keluar dari teko sing nibani bathukmu tadi, nah sekarang aku akan mengabulkan satu permintaanmu, monggo!” Pria berdasi yang ternyata Pak Jin, menawarkan sebuah permintaan pada Dadang Hanafi.
“Ah yang bener Pak? Tapi kok sampeyan tidak ada bentuk jinnya babar blas, jin itu kan biasanya, ndhas-e gundul, ga pake baju, gedhe, warnanya biru terus, adanya di dalam lampu dan harus digosok dulu. Terus biasanya yang dikabulkan tiga permintaan, laha ini kok mung satu?” Dadang inder yang meragukan kredibilitas Pak jin malah mendiskripsikan penampilan ideal bagi seorang jin pada Pak Jin berdasi.
“Wah… rai-mu  ketinggalan jaman bocah bagus, ga mung manusia yyo,yang memiliki kemajuan Fashion, kaum jin juga punya hooi, jo ngenyek len… Apa2 mahal jadi permintaan hanya dikorting mung siji bae, kalo sampeyan ga mo ya sudah, saya masuk lagi saja.” Pak Jin menjadi sewot karena gayanya dikritik.
“eee…. Tunggu pak, masak gitu saja marah, saya kan belum pernah lihat jin model kaya bapak ini, soalnya di tipi2 itu… .” Omongan Dadang Hanafi dipotong…
“Kakehan nonton Tivi dadeane yo mur ngiblat ning tipi, mangkane sing diingeti ora ngur gambare diuntal malang2 dipikir, imajinatif, moco kahanan plus look the real life ngono lho… wis rasah kakehan cing cong op sing mbok jaluk ta kabulne.” Inilah hasil kalimat potongan dari Pak Jin berdasi.
“Apa saja Boleh?” Dadang Hanafi sok basa basi.
“Opo wae boleh, please ..” Jawab Pak Jin.
Sambil menggigit jari, menggaruk rambut yang tidak gatal, berkacak pinggang, lalu mondar mandir sebentar dan manthuk-manthuk, Dadang  mulai berpikir. Dia merasa bahwa Pak Jin adalah jawaban atas kesulitan yang sedang dia hadapi, tapi dia harus mengajukan permintaan itu dengan sangat spesifik agar hasilnya instan, tidak merepotkan dan mampu mengatasi masalahnya tanpa masalah (mengutip slogan pegadaian boleh kan..).
Sementara Pak Jin yang menunggu kliennya yang mikirnya kelamaan, jadi boring alias bosen, makanya dia nyambi facebook-an sama Bu Jin yg lagi mulang di SMP Sewelas Kutho Tegal , (wadoh  yyo) dan update status yang bunyinya:
“LAGI NUNGGU KLIEN, MODEL PENTIUM SATU, RAM 64 MB, PARAH ,, >> LEMOT  EPOLL ”
“Sudah Pak Jin, permintaan saya adalah, saya minta uang tunai satu milyar rupiah yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh negara indonesia cash gak pake dicicil dalam pecahan seratus ribuan dan dibungkus dalam koper yang bisa saya buka dengan sangat mudah sekarang juga.” Dadang inder menyampaikan permintaannya dengan autusias setelah berpikir mateng-mateng bahkan sampai sedikit gosong.
“Laksanakan.” Satu ceklikan bolpoin Pak Jin, dan sebuah koper hitam ukuran sedang muncul tepat di hadapan Dadang Hanafi.
Dadang Hanafi yang terkaget-kaget dengan trik yang baru saja terjadi, mengucapkan kata Wuah hingga ke-32 giginya, geraham yang banyak karang giginya, lidahnya, batang tenggorokan, biji semangga dan kulit cabe ang nyempil terlihat.
“Tunggu dulu! Pak Jin belum boleh pergi, sebelum saya memastikan semua permintaan saya terpenuhi dengan benar.” Tangan Dadang Hanafi menarik kaki pak Jin yang hampir mau nyemplung ke dalam teko wasiatnya.
“Lho kan semuanya sudah ada disitu.” Pak Jin membela diri.
“Saya mau hitung dulu jumlahnya, mungkin saja bapak mengambil beberapa ratus atau beberapa juta, jadi bapak tunggu disini dan sementara teko bapak saya sita.” Dadang Hanafi menyandera Pak Jin beserta tekonya dalam kondisi terpisah, dan menutup lubang teko dengan dedaunan supaya pak jin tiodak bisa kabur.
Hampir dua jam, dan baru setengah koper yang dihitung oleh Dadang Hanafi, belum lagi kalau dia lupa, maka diulang lagi dari awal. Pak Jin sangat jengkel, mukanya ditekuk, cemberut dengan bibir manyun, dan mencabuti rumput.
“Koq jadi gini sih?” keluhnya sambil mengeluarkan BBnya dan mulai chit chat, buka akun facebook, twitter, friendster, blogspot Bumi Megah Makmur, multyply, YM-an, lihat Youtube, upload foto, download video, denger Mp3, browsing berita cuaca, info lalulintas, bursa saham, info kuliner, info movie mpee...
“Selesai dan Pas jumlahnya.” Dadang Hanafi menaruh lembar seratus ribuan terakhir dan menutup kopernya rapat2, didikuti senyuman lega dari Pak jin yang segera bebs dari masa tahanan Dadang Hanafi.
“Eit jangan senang dulu, sekarang ikut saya.” Dadang Hanafi masih belum membebaskan Pak Jin.
“Halah… mau kemana lagi?” pak Jin kehilangan senyuman leganya dan berubah menjadi rengekan cengeng.
Dadang Hanafi menyeret Pak Jin ke Toserba yang sudah memiliki alat pendeteksi uang palsu. Diambilnya sebotol pulpy. Lantas dibuka n diminum, OOowehh sueger, kowe rasah melu2pengin minum, jo ngiler, Jin kuwe ra minum thoo ?? yupz asli, sementara jeruk ..hee.lalu dia menuju ke kasir dan mengeluarkan satu lembar seratus ribuan dari kopernya.
“Tit… kreggggg…” Lolos sensor uangnya asli, bukan uang palsu.
Lalu Dadang Hanafi menyeret pak Jin ke kantor Polisi dan terjadilah proses interogasi di depan mesin tik.
A sebagai Dadang Hanafi dan P sebagai Pak Jin.
A: Apa bapak punya tabungan di bank atau dirumah?
P: Tidak.
A: Apa bapak memiliki harta yang sangat banyak?
P: tidak, (sambil ketakutan)
A: Apa bapak pegawai Bank?
P: Bukan. Kenapa aku ditanyai begini kenapa saya dibawa kesini, salah saya apa? (merengek)
A: Diam (membentak dengan suara keras, lalu seseorang). Berapa nomer seri terbaru uang seratus ribuan yang terakhir diedarkan? LQS904012. Apakah nomer seri QBE411620 sudah digunakan? Belum? Apa anda yakin? oke. Terimakasih. (menutup telpon dan melihat ke arah Pak Jin.
P: (Matanya sudah basah dengan air mata, bibirnya juga mencap-mencep)
A: Halahh … rasah nangis2 koyo ngunu kuwi, aku ra ngerti  pow ?, Iku mung nangis2 suara rekaman , Okay ..Darimana kmu dapat uang ini? (sambil menggedor meja, lalu mengipas-ngipaskannya karena kesakitan). Jawab! (kembali membentak sambil menahan sakit)
P: Saya kan Jin, jadi bisa ngasih gitu aja, (menjawab dengan terbata-bata).
A: Mana ada, ( suara tinggi). Semua uang rupiah itu dibikin di perusahaan pencetak uang, (suara meninggi). Nomer seri aja harus diurutin. Sekarang kamu saya tahan (suara semakin meninggi). Silakan hubungi pengacara, kamu berhak menelpon, dan proses hukum akan berjalan, sementara saya akan kumpulkan bukti yang lain.
P: (berjalan dengan kawalan Dadang Hanafi menuju sel sambil menangis) tidak pernah ada ceritanya Jin masuk penjara Pak, di tipi… (omongan terpotong)
A: Kebanyakan nonton tivi sih… Dadeane yo mur ngiblat ning tipi, mangkane sing diingeti ora ngur gambare trus diuntal malang2. Dipikir, imajinatif, moco kahanan plus looking the real life ngono lho…,Hikzzz glek, kuwi, ceramah-mu ngunu kuwe, unthal-en maning bae !! Mangkane thah  ….
Akhirna, Gada tuch yang namanya Jin pengabul keinginan, So aniwei  apa yang kita inginkan akan tercapai kalau diusahakan gitu lho. Biarpun cerita Beta banyak ngawur plus amburadul yang penting kan Beta dah cerita…. Wess wess …. Lewat ! rasah  dibahas …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar