:: Pernahh Kumencintaimu, Tapi Tak Begini..
Kau Khianati Hati ini , Kau Curang-i Aku uuu
--> Ahhh G a l a u nihh yye ..??
MasyaAllah, Gak lhah yyo,,,
Ketika kita didudukan dalam situasi untuk
memilih, tentu naluri kemanusiaan kita akan memilih yang terbaik (best of the
best). Lalu bagaimana jika justru ketika pilihan tersebut tidak ada yang
memenuhi kriteria kita, haruskah kita tinggalkan dan mencari pilihan lain?
Bagaimana jika seandainya pilihan tersebut mutlak yang terakhir? Dan bagaimana
jika seandainya pilihan tersebut adalah suatu keputusan yang justru
berimplikasi terhadap masa depan kita? Bagaimana seandainya jika justru pilihan
tersebut adalah ujian dari Allah Swt sebagai wujud dari kasih sayang-Nya
terhadap kita?
Banyak cerita di sekeliling kita yang dapat
dijadikan bahan renungan tentang makna pilihan, dan buntutnya tentu masalah cinta.
Jangan berpikiran sempit dulu tentang cinta itu sendiri. Cinta bukan hanya
cinta antara pasangan suami istri (pasutri), atau cinta antara anak dan orang
tua, namun juga termaktub cinta kepada suatu barang, misalnya buku dan lainnya.
Bahkan ada seseorang yang sangat mencintai idola-nya, entah itu seorang artis
atau aktor film.
Bukan suatu kebetulan jika saya mengetengahkan
makna cinta ini kok sepertinya berhubungan dengan hari ‘valentine’ yang telah
berlalu. Jujur saja saya sudah tidak ambil pusing dengan perayaan tersebut
semenjak saya tahu bahwa perayaan hari valentine itu sangat jauh dari nilai
islami. Bagi saya, cinta itu bersifat universal yang berhak dimiliki dan
dinikmati oleh setiap makhluk hidup di bumi Allah ini tanpa batas waktu dan jarak.
Lalu, bagaimana jika kita dihadapkan kepada suatu
keharusan untuk memilih satu dari dua pilihan yang ada? Sudahkah kita memaknai
bahwa pilihan tersebut adalah yang terbaik menurut Allah Swt untuk kita, bukan
sebaliknya.
Suatu kali pernah seorang teman bercerita tentang kehidupan rumah tangganya
yang bermasalah. Namun sayangnya hal tersebut dijadikan alasan oleh sang teman
untuk membalas-dendam dengan, maaf, berselingkuh dengan orang lain. Saya pun
kerap bertanya kepada diri saya sendiri, bukankah ketika kita memutuskan
menikahi pasangan kita adalah suatu pilihan yang pasti terbaik dari segala
pilihan yang ada?
Tapi tunggu dulu, terbaik menurut siapa?
Allah Swt menganugerahi setiap manusia sebuah
bonus yang bernama ‘akal’, mengapa saya katakan ‘bonus’ karena selain manusia,
makhluk lain (hewan dan tumbuhan) tidak dianugerahi hal yang sama. Selain itu,
sebagai manusia kita pun dianugerahi ‘titel’ khalifah (di bumi) oleh Allah Swt.
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah
di muka bumi”. (Faathir:39)
Kembali kepada cerita seorang teman di atas,
salahkah dia dengan pilihan hatinya? Salahkah dia ketika meresa kecewa karena
pilihannya ternyata jauh dari apa yang dia impikan? Atau ketika dia diberikan
pilihan, sudahkah dia memutuskan memilihnya dengan atas nama Allah?
Seseorang selalu mengingatkan saya untuk tidak
terlalu mencintainya kalau bukan karena Allah Swt, karena ketika suatu saat
Allah memanggil yang kita cintai, tidak ada lagi cinta dan tempat bernaung yang
tersisa, karena kesemua cinta yang ada sudah dibawanya pergi. Namun, ketika
ketika kita mencintainya atas nama Allah, badai rintangan apapun yang
menghadang, kita masih dapat berlindung di bawah kasih sayang-Nya karena hanya
Allah Swt yang mampu memberikan kesempurnaan perlindungan.
Keputusan sang teman untuk berselingkuh, jelas
meletakkan nafsu di atas akal. Bukan hanya tidak akan memecahkan masalah,
bahkan akan menambah masalah baru. Akal pun dikorbankan atas nama nafsu semata.
Saya teringat ketika adzan maghrib berkumandang,
sebagian kita mungkin sedang asyik menyimak berita demonstrasi menjelang
rencana pemerintah menaikan harga bbm bersubsidi di sebuah liputan berita
nasional di televisi. Dan pilihan kembali disorongkan kepada diri kita.
Mematikan televisi dan langsung berwudhu atau mentolerir diri kita dengan
‘pembenaran’, tokh beritanya tinggal lima menit, dan terus menonton. Kembali
akal pun kita korbankan atas nama ‘tinggal lima menit’ ketika kita diberikan
suatu pilihan di hadapan kita.
Bangun di waktu subuh ketika adzan berkumandang
adalah satu pilihan terberat bagi sebagian orang yang lemah iman. Ketika orang lain
sudah melangkah menuju surau/masjid di sisi lain kita mungkin masih enggan
beranjak dari dalam selimut. Tidak hiraukan seruan dari surau…. ash shalatu
khairun minan naum…
****
Cinta kepada orang lain melebihi cinta kepada
pasangan kita sendiri, cinta kepada liputan berita daripada mendirikan sholat
maghrib dan cinta kepada kehangatan selimut kita daripada bergegas ke surau
adalah suatu pilihan yang diberikan Allah Swt bagi kaum yang berakal. Sudahkah
kita termasuk ke dalam orang-orang yang berakal? Sudah pantaskah kita menjadi
khafilah di bumi Allah ini?
Marilah kita bersegera sujud memohon ampun
kehadirat-Nya atas segala keterlenaan kita dan atas keterbiusan kita akan
gemerlap duniawi yang sebenarnya tiada kekal. “Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
(Al-Baqarah:269)
Lalu, cinta manakah yang akan Anda pilih?
Wallaahu’alam bishshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar