Tak bisa disangkal, manusia akan selalu bersentuhan
dengan cinta. Sementara kecintaan memberikan buah kerinduan. Orang yang
mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.
Kerinduan kepada kekasih, seringkali membekaskan duka. Karena sudah tahu
bahwa pacaran bukanlah jalan yang halal untuk ditempuh, maka nikahlah
satu-satunya yang jadi pilihan. Padahal si pria belum mampu memberi nafkah
lahir. Wanita pun masih muda dan dituntut oleh orang tua untuk menyelesaikan
sekolah atau meraih gelar. Akhirnya, karena tidak kesampaian untuk nikah, maka
pacaran terselubung sebagai jalan keluar karena tidak kuat menahan rasa rindu
pada si dia. Lewat chatting, inbox FB atau sms jadi jalur alternatif.
Inilah yang dialami pemuda masa kini. Mungkin juga dialami para aktivis
dakwah. Agar dikira tidak melalui pacaran, maka sms dan chatting yang jadi
pilihan. Seharusnya rasa rindu ini bisa dipendam dengan melakukan beberapa kiat
yang akan kami utarakan. Semoga Allah senantiasa memberi taufik.
Terapi dari Rasa Rindu dengan Segera Nikah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah, maka menikahlah. Karena itu lebih
akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum
mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”
Yang dimaksud dengan syabab (pemuda) di sini adalah siapa saja yang belum
mencapai usia 30 tahun. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah.
Secara bahasa, baa-ah bermakna jima’ (berhubungan suami istri).
Sedangkan mengenai makna baa’ah dalam hadits di atas terdapat ada dua pendapat
di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna.
Pertama: makna baa-ah adalah sebagaimana makna secara bahasa yaitu jima’.
Sehingga makna hadits adalah barangsiapa yang mempunyai kemampuan untuk
berjima’ karena mampu memberi nafkah nikah, maka menikahlah. Barangsiapa yang
tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya memberi nafkah, maka hendaklah ia
memperbanyak puasa untuk menekan syahwatnya dan untuk menghilangkan angan-angan
jeleknya.
Pendapat kedua: makna baa-ah adalah kemampuan memberi nafkah.
Dimaknakan demikian karena konsekuensi dari seseorang mampu berjima’, maka
tentu ia harus mampu memberi nafkah. Sehingga makna hadits adalah barangsiapa
yang telah mampu memberi nafkah nikah, maka hendaklah ia menikah. Barangsiapa
yang tidak mampu, maka berpuasalah untuk menekan syahwatnya.
Jadi maksud dari dua pendapat ini adalah sama yaitu harus punya kemampuan
untuk memberi nafkah. Sehingga inilah yang menjadi syarat seseorang (khususnya
pria) untuk membina rumah tangga dengan kekasih pilihan, yaitu ia memiliki
kemampuan untuk memberi nafkah keluarga. Hal ini yang banyak disalahpahami
sebagian pemuda. Mereka ngebet minta nikah pada ortunya. Padahal sesuap nasi
saja masih ngemis pada ortunya. Hanya Allah yang memberi taufik.
Dari sini, barangsiapa yang memiliki kemampuan, maka segeralah untuk
menikah guna memadamkan rasa rindu yang ada. Menikah di sini tidak mesti dengan
orang yang selalu dirindukan. Boleh jadi, juga dengan orang lain. Karena nikah
telah mencukupkan segala kebutuhan jiwa di samping dalam nikah akan ditemui
banyak keberkahan. Jika memungkinkan menikah dengan orang yang dirindukan, maka
menikahlah dengannya. Ini merupakan terapi manjur.
Berusaha untuk Ikhlas dalam Beribadah
Ikhlas adalah obat manjur penyakit rindu. Jika seseorang benar-benar ikhlas
menghadapkan diri pada Allah, maka Allah akan menolongnya dari penyakit rindu
dengan cara yang tak pernah terbetik di hati sebelumnya. Cinta pada Allah dan
nikmat dalam beribadah akan mengalahkan cinta-cinta lainnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sungguh, jika hati telah
merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya, niscaya ia tidak
akan menjumpai hal-hal lain yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan
lebih baik daripada Allah. Manusia tidak akan meninggalkan sesuatu yang
dicintainya, melainkan setelah memperoleh kekasih lain yang lebih dicintainya.
Atau karena adanya sesuatu yang ditakutinya. Cinta yang buruk akan bisa
dihilangkan dengan cinta yang baik. Atau takut terhadap sesuatu yang
membahayakannya.”
Hati yang tidak ikhlas akan selalu diombang-ambingkan nafsu, keinginan,
tuntutan serta cinta yang memabukkan. Keadaannya tak beda dengan sepotong
ranting yang meliuk ke sana kemari mengikuti arah angin.
Banyak Memohon pada Allah
Setiap do’a yang kita panjatkan pasti akan bermanfaat. Boleh jadi do’a
tersebut segera dikabulkan oleh Allah. Boleh jadi sebagai simpanan di akhirat.
Boleh jadi dengan do’a kita tadi, Allah akan menghilangkan kejelekan yang
semisal.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا
إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ
إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى
الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا
إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak
mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah
akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2]
Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan
menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas
mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan dia bersungguh-sungguh dalam
berdo’a, merasakan kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan
do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar
dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak
hatinya. Penyakit yang menyebabkan dirinya gundah gulana, sedih dan sengsara.
Oleh karena itu, perbanyaklah do’a.
Memenej Pandangan
Pandangan yang berulang-ulang adalah pemantik terbesar yang menyalakan api
hingga terbakarlah api dengan kerinduan. Orang yang memandang dengan sepintas
saja jarang yang mendapatkan rasa kasmaran. Namun pandangan yang
berulang-ulanglah yang merupakan biang kehancuran. Oleh karena itu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan agar hati
ini tetap terjaga. Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ
فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan
pandanganku.”
Mujahid mengatakan,
غَضُّ الْبَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ يُورِثُ حُبَّ اللَّهِ
“Menundukkan pandangan dari berbagai hal yang diharamkan oleh Allah, akan
menimbulkan rasa cinta pada Allah.” Berarti menahan pandangan dari wanita yang bukan mahrom
akan menimbulkan rasa cinta pada Allah. Menundukkan pandangan yang dimaksud di
sini ada dua macam yaitu memandang aurat sesama jenis dan memandang wanita yang
bukan mahram.
Tiga faedah dari menundukkan pandangan telah disebutkan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah.
Pertama: Akan merasakan manis dan lezatnya iman. Barangsiapa meninggalkan
sesuatu karena Allah, Dia akan memberi ganti dengan yang lebih baik.
Kedua: Akan memberi cahaya pada hati dan akan memiliki firasat yang begitu
cemerlang.
Ketiga: Akan lebih menguatkan hati.
Lebih Giat Menyibukkan Diri
Dalam situasi kosong kegiatan biasanya seseorang lebih mudah untuk berangan
memikirkan orang yang ia cintai. Dalam keadaan sibuk luar biasa berbagai
pikiran tersebut mudah untuk lenyap begitu saja. Oleh karena itu, untuk
memangkas kerinduan seseorang hendaknya menyibukkan diri dengan hal-hal yang
bermanfaat baik untuk dunia atau akhirat. Hakikat dari rasa rindu adalah
kesibukan hati yang kosong. Di kala sepi sendiri, tanpa aktivitas muncullah
bayangan sang kekasih, wajah, gerak-gerik, dan segala yang berkaitan dengannya.
Seluruhnya hanya sekedar bayangan dan khayalan yang berakhir dengan kesedihan
diri. Tiada manfaatnya sedikit pun bagi kehidupan kita.
Ibnul Qayyim menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam Asy
Syafi’i. Ia berkata,
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti
akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”
Menghindari Nyanyian dan Film Percintaan
Nyanyian dan film-film percintaan memiliki andil besar untuk mengobarkan
kerinduan pada orang yang dicintai. Apalagi jika nyanyian tersebut dikemas
dengan mengharu biru, mendayu-dayu tentu akan menggetarkan hati orang yang
sedang ditimpa kerinduan. Akibatnya rasa rindu kepadanya semakin memuncak,
berbagai angan-angan yang menyimpang pun terbetik dalam hati dan pikiran. Bila
demikian, sudah layak jika nyanyian dan tontonan seperti ini dan secara umum
ditinggalkan. Demi keselamatan dan kejernihan hati. Sehingga sempat diungkapkan
oleh beberapa ulama nyanyian adalah mantera-mantera zina.
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati
sebagaimana air menumbuhkan sayuran.”
Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.”
Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan
mendatangkan kemurkaan Allah.”
Imam Asy Syafi’i berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang
tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang
sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.”
Bayangkan Kekurangan Si Dia
Ingatlah selalu, orang yang engkau rindukan bukanlah pribadi yang sempurna.
Ia sangat banyak kekurangan, sehingga tidak layak untuk dipuja, disanjung atau
senantiasa dirindukan. Orang yang dirindukan sebenarnya tidak seperti yang
dikhayalkan dalam lamuman.
Ibnul Jauzi berkata, “Sesungguhnya manusia itu penuh dengan najis dan
kotoran. Sementara orang yang dimabuk cinta senantiasa melihat kekasihnya dalam
keadaan sempurna. Disebabkan cinta ia tidak lagi melihat adanya aib.”
Kita bisa menghukumi sesuatu dengan timbangan keadilan sedangkan orang yang
sedang kasmaran tengah dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga tak dapat bersikap
dengan adil. Kecintaannya menutupi seluruh aib yang dimiliki oleh pasangannya.
Para ahli hikmah berkata, “Mata yang diliputi oleh hawa nafsu akan menjadi
buta.”
Semoga Allah memberi taufik. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya
segala kebaikan menjadi sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar